Polyneices telah menyerang kota untuk
merebut tahta dari Eteocles, saudara lelakinya sendiri, tetapi keduanya tewas
dalam duel. Creon, paman kedua pangeran itu, mengangkat dirinya menjadi Raja
Thebes dan memerintahkan agar mayat Polyneices dibiarkan saja menjadi makanan
anjing dan burung hering. Namun Antigone bertekad untuk menguburkan Polyneices
secara layak.
Dirasa tak ada seorangpun yang
melihatnya, Antigone mendekati jasad Polyneices yang tergeletak kaku di atas
tanah. Gadis itu lalu membersihkannya, mengurapi, mengolesinya dengan minyak
wangi dan membungkusnya dengan kain putih.
Dengan menangis Antigone menarik jasad
saudaranya ke pemakaman dan membaringkannya di sana.
Ketika pekerjaan yang melelahkan serta
menyedihkan itu selesai, matahari telah terbit. Dengan segera Antigone kembali
ke rumahnya. Lewat beberapa jam kemudian, pengawal-pengawal raja mengetuk pintu
rumahnya.
“Antigone, Creon memerintahkan dirimu
untuk menghadap Dewan Orang-orang Bijak!” kata pimpinan pengawal itu.
Dewan Orang-orang Bijak adalah suatu
dewan penasehat raja dalam urusan-urusan yang sulit dan berbelit-belit. Pasti ada
orang yang melihat saat aku menguburkan saudaraku dan dia pasti telah melapor, pikir
Antigone. Tetapi bagaimana pun ia tak ingin melarikan diri. Ia merasa tak perlu
malu atas apa yang telah dilakukannya.
Oleh karena itu, dengan berani Antigone
hadir di depan dewan. Ia segera melihat bahwa di dekat Creon berdiri seorang
penjaga pintu gerbang. Pasti orang itu yang telah melaporkan, kata Antigone
dalam hati.
“Datanglah mendekat Antigone!” kata Raja
Creon dengan kasar.
Kemudian dengan memandang para bijak, ia
meneruskan ucapannya, “Kalian semua mengetahui bahwa aku telah memerintahkan
agar Eteocles, si pembela tanah air, mendapat penguburan yang layak. Dan agar
Polyneices, yang merupakan penghianat Negara, dibiarkan menjadi mangsa
anjing-anjing dan burung hering. Hai para bijak, apakah dalam pandangan kalian
perintahku ini tepat?”
“Ya, begitulah kami kira!” sahut mereka,
seakan takut untuk membantah.
“Tetapi ada orang yang tidak mematuhi
perintahku, karena pagi tadi mayat Polyneices tidak ada lagi di tanah lapang!”
lanjut Creon.
Muncul keheningan, tak ada yang bersuara
di dalam gedung itu. Semuanya diam membisu.
“Penjaga benteng kota telah melihat
seseorang mengambil mayat penghianat itu dan menguburkannya. Antigone! Kau telah
membangkang terhadapku! Kau telah menguburkan Polyneices. Penjaga benteng telah
melihat. Kau jangan menyangkal!”
“Tidak! Aku tidak menyangkalnya,” jawab
gadis itu dengan tenang. “Hai Raja, kau telah member perintah, tetapi hatiku
juga member perintah terhadap diriku. Aku memang punya kewajiban untuk mentaati
perintah-perintahmu, tetapi aku juga wajib melaksanakan hukum kodrat. Aku melaksanakan
apa yang kuyakini tepat dan benar. Dan kini, lakukanlah juga terhadapku apa yang
tepat dan benar!”
“Akan kulakukan apa yang kujanjikan
untuk dilaksanakan!” teriak Raja Creon dengan bengis.
Kemudian ia memerintahkan agar Antigone
dikubur hidup-hidup dalam sebuah gua. Salah seorang anggota dewan mengingatkan
Creon bahwa, Antigone telah ditunangkan dengan putranya, Haemon.
“Aku akan mencarikan calon lain buatnya,”
jawab Creon.
Haemon pun memohon agar Antigone tidak
dikubur hidup-hidup, tetapi Creon tidak mendengar permintaan putranya. Seluruh penduduk
kota merasa ngeri mendengar vonis yang mengerikan itu. Namun Antigone sendiri
dengan tenang membiarkan dirinya dikurung di dalam gua.
Beberapa hari lewat. Seluruh kota
seperti tenggelam dalam derita dan kesunyian. Orang-orang Thebes seperti
prihatin, mereka seakan ikut merasakan penderitaan Antigone yang malang itu
sekarat secara mengerikan. Haemon, tunangan gadis itu, menutup diri di dalam
kamarnya, putus asa.
Tetapi pada suatu ketika, Tiresias,
seorang peramal buta, berteriak-teriak minta dibimbing menghadap Raja Creon.
“Raja Creon, tindakanmu tidak tepat,
tidak bijaksana!” kata Tiresias setelah berada di hadapan Raja Creon.
“Kau
telah bersikap keji terhadap seorang gadis yang tidak bersalah, yang bertindak
atas dasar belas kasihan dan kasih sayang! Waspadalah Raja Creon! Waspadalah!”
“Aku tak mau mendengar ucapanmu!” sahut
Creon.
“Hati-hati kau! Bila kau tidak
mendengarkan suara hati, hatimu akan remuk!”
Akhirnya Raja Creon merasa takut dengan
apa yang diucapkan Tiresias, ia tahu bahwa ramalan Tiresias tak pernah meleset.
“Baiklah aku biarkan gadis itu hidup. Keluarkan
dia!” kata Creon.
Dengan hati gembira dan perasaan lega
semua berlari menuju tempat Antigone dikubur hidup-hidup. Haemon yang tiba di
sana paling awal, sampai di sana ia memanggil-manggil kekasihnya. Tetapi ketika
bati terakhir yang menutupi gua itu disingkirkan, suara Haemon tertelan di
kerongkongannya. Dilihatnya Antigone tergeletak mati. Pembatalan hukuman Creon
terhadap gadis itu terlambat datangnya.
Dengan kesedihan yang mendalam, Haemon
menghunus pedangnya dan menusukkan ke dadanya sendiri. Pemuda itu tersungkur
bermandikan darah di atas jasad calon istrinya.
Raja Creon terkejut mendengar tindakan
Haemon. Dengan terisak-isak ia mengambil mayat putranya. Tetapi kepedihan Creon
tak hanya sampai di situ. Eurydice, istrinya, ketika mendengar peristiwa yang
mengenaskan itu, langsung bunuh diri.
Selesai
Diceritakan kembali oleh Tira Ikranegara dalam buku Dongeng Pengantar Tidur; Greisinda Press, 2007.
Diceritakan kembali oleh Tira Ikranegara dalam buku Dongeng Pengantar Tidur; Greisinda Press, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar