Kesedihannya agak berkurang berkat kasih saying Kyai
Jelantik Bogol yang tulus. Setelah tiba waktunya, akhirnya ia melahirkan seorang anak laki-laki yang
diberi nama I Gusti Gede Pasekan.
Setelah I Gusti Gede Pasekan dewasa, ia mempunyai wibawa
besar di Kota Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat.
Ia juga disayang oleh Kyai jelantik Bogol seperti anak kandungnya sendiri.
Pada suatu hari, ketika I Gusti Gede Pasekan berusia dua
puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memanggilnya,
“Anakku, “ Kyai Jelantik Bogol, “ Sekarang pergilah engkau
ke Den Bukit di daerah Panji!”
“Mengapa saya harus pergi ke sana, Ayah?”
“Anakku itulah tempat kelahiran ibumu.”
“Baiklah Ayah, saya akan pergi ke sana.”
Sebelum berangkat, Kyai Jelantik Bogol berkata kepada
anaknya, “IGusti, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama
Ki Baru Semang dan tombak bernama KI Tunjung Tutur. Mudah-mudahan engkau akan
selamat.”
“Baiklah Ayah.”
Dalam perjalanan ke Den Bukit ini, I Gusti Gede Pasekan
diiringi oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.
Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat
yang disebut Batu Menyan. Di sana mereka bermalam. Malam itu I Gusti Gede
Pasekan dan ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.
Tengah malam, tiba-tiba dating makhluk gaib penghuni hutan.
Dengan mudahnya I Gusti Gede Pasekan diangkat ke atas pundak makhluk gaib itu
sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang
terbentang di depannya.
Ketika memandang ke timur dan barat laut, ia melihat pulau
yang amat jauh. Sedangkan ketika ia memandang kea rah selatan, pemandangannya
dihalangi oleh gunning. Setelah makhluk gaib itu lenyap, didengarnya suatu
bisikan.
“I Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu
akan menjadi daerah kekeuasaanmu.”
I Gusti Gede Pasekan sangat terkejut mendengar suara gaib
itu. Namun ia juga merasa senang, karena suara itu adalah pertanda bahwa suatu
ketika ia akan mendapat kedudukan mulia, menjadi penguasa suatu daerah yang
cukup luas. Kemudian ia menceritakan apa yang didengarnya secara gaib itu
kepada ibunya.
Ibunya member semangat untuk terus melanjutkan perjalanan.
Keesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan yang
penuh dengan rintangan. Walaupun perjalanan tersebut sukar dan jauh, akhirnya
mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.
Pada suatu hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah
peristiwa yang menggemparkan. Ada sebuah perahu Bugis terdampar di Pantai
Panimbangan. Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana,
tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas tersebut.
Nahkoda perahu Bugis sudah putus asa., tetapi tetua kampung
nelayan datang mendekatinya.
“Hanya seorang yang dapat menolong Tuan.”
“Tuan katakana saja siapa yang dapat menyeret perahu ke
lautan?”
“Seorang anak muda, namun sakti dan penuh wibawa,” jawab
tetua kampong.
“Siapa namanya?”
“I Gusti Gede Pasekan!”
Keesokan harinya orang Bugis itu datang I Gusti Gede
Pasekan. Ia berkata, “kami mengharapkan bantuan Tuan. Jika Tuan berhasil
mengangkat perahu kami, sebagian isi muatan perahu akan kami serahkan kepada
Tuan sebagai upahnya.”
“Kalau itu memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat
perahu yang kandas itu, “ jawab I Gusti Gede Pasekan.
Untuk menyelamatkan perahu yang kandas itu, I Gusti Gede
Pasekan mengeluarkan dua buah senjata pusaka warisan Kyai Jelantik Bagol.
Ia memusatkan pikirannya. Tak lama kemudian muncullah dua
mahkluk halus dari dua buah senjata pusaka itu.
“Tuan apa yang harus hamba kerjakan?”
“Bantu aku menyeret perahu yang kandas itu ke laut lepas!”
“baik Tuan.”
Dengan bantuan dua mahkluk halus itu, I Gusti Gede Pasekan
pun berhasil menyeret perahu dengan mudah.
Orang lain jelas tak mampu melihat kehadiran si mahkluk
halus tersebut, mereka hanya melihat I Gusti Gede Pasekan menggerak-gerakkan
tangannya menunjuk kea rah perahu.
Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya
memberikan sebagian isi muatan kapal tersebut. Diantara hadiah yang diberikan
itu terdapat dua buah gong besar. Karena I Gusti Gede Pasekan sudah menjadi
orang kaya, ia digelari dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.
Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti mulai
meluas dan menyebar ke mana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu kerajaan baru
di daerah Den Bukit.
Kira-kira pada pertengahan abad ke-17 ibu kota kerajaan itu
disebut orang dengan nama Sukasada.
Semakin hari kerajaan itu makin luas dan berkembang lalu
didirikanlah kerajaan baru. Letaknya agak ke utara dari kota Sukasada. Sebelum
dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Buleleng
adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut. Di pusat
kerajaan baru itu didirikan istana megah yang diberi nama Singaraja.
Selesai.
0 komentar:
Posting Komentar