CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 24 September 2013

ASAL MULA SINGARAJA

Dahulu kala di Pulau Bali, tepatnya di daerah Klungkung, hiduplah seorang raja yang bergelar Sri Sagening. Ia mempunyai banyak istri. Istri yang terakhir bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji dan merupakan keturunan Kyai Pasek Gobleg. Namun malang nasib Ni Luh Pasek, sewaktu ia mengandung, ia dibuang secara halus dari istana, ia dikawinkan dengan Kyai Jelantik Bogol oleh suaminya.
Kesedihannya agak berkurang berkat kasih saying Kyai Jelantik Bogol yang tulus. Setelah tiba waktunya, akhirnya  ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama I Gusti Gede Pasekan.

Setelah I Gusti Gede Pasekan dewasa, ia mempunyai wibawa besar di Kota Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat. Ia juga disayang oleh Kyai jelantik Bogol seperti anak kandungnya sendiri.

Pada suatu hari, ketika I Gusti Gede Pasekan berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memanggilnya,
“Anakku, “ Kyai Jelantik Bogol, “ Sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji!”

“Mengapa saya harus pergi ke sana, Ayah?”

“Anakku itulah tempat kelahiran ibumu.”

“Baiklah Ayah, saya akan pergi ke sana.”

Sebelum berangkat, Kyai Jelantik Bogol berkata kepada anaknya, “IGusti, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan tombak bernama KI Tunjung Tutur. Mudah-mudahan engkau akan selamat.”

“Baiklah Ayah.”

Dalam perjalanan ke Den Bukit ini, I Gusti Gede Pasekan diiringi oleh empat puluh orang di bawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.

Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Di sana mereka bermalam. Malam itu I Gusti Gede Pasekan dan ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.
Tengah malam, tiba-tiba dating makhluk gaib penghuni hutan. Dengan mudahnya I Gusti Gede Pasekan diangkat ke atas pundak makhluk gaib itu sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang terbentang di depannya.

Ketika memandang ke timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat jauh. Sedangkan ketika ia memandang kea rah selatan, pemandangannya dihalangi oleh gunning. Setelah makhluk gaib itu lenyap, didengarnya suatu bisikan.

“I Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah kekeuasaanmu.”

I Gusti Gede Pasekan sangat terkejut mendengar suara gaib itu. Namun ia juga merasa senang, karena suara itu adalah pertanda bahwa suatu ketika ia akan mendapat kedudukan mulia, menjadi penguasa suatu daerah yang cukup luas. Kemudian ia menceritakan apa yang didengarnya secara gaib itu kepada ibunya.

Ibunya member semangat untuk terus melanjutkan perjalanan. Keesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan yang penuh dengan rintangan. Walaupun perjalanan tersebut sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.

Pada suatu hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Ada sebuah perahu Bugis terdampar di Pantai Panimbangan. Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas tersebut.

Nahkoda perahu Bugis sudah putus asa., tetapi tetua kampung nelayan datang mendekatinya.

“Hanya seorang yang dapat menolong Tuan.”

“Tuan katakana saja siapa yang dapat menyeret perahu ke lautan?”

“Seorang anak muda, namun sakti dan penuh wibawa,” jawab tetua kampong.

“Siapa namanya?”

“I Gusti Gede Pasekan!”

Keesokan harinya orang Bugis itu datang I Gusti Gede Pasekan. Ia berkata, “kami mengharapkan bantuan Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.”

“Kalau itu memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu, “ jawab I Gusti Gede Pasekan.

Untuk menyelamatkan perahu yang kandas itu, I Gusti Gede Pasekan mengeluarkan dua buah senjata pusaka warisan Kyai Jelantik Bagol.

Ia memusatkan pikirannya. Tak lama kemudian muncullah dua mahkluk halus dari dua buah senjata pusaka itu.

“Tuan apa yang harus hamba kerjakan?”

“Bantu aku menyeret perahu yang kandas itu ke laut lepas!”
“baik Tuan.”

Dengan bantuan dua mahkluk halus itu, I Gusti Gede Pasekan pun berhasil menyeret perahu dengan mudah.
Orang lain jelas tak mampu melihat kehadiran si mahkluk halus tersebut, mereka hanya melihat I Gusti Gede Pasekan menggerak-gerakkan tangannya menunjuk kea rah perahu.

Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya memberikan sebagian isi muatan kapal tersebut. Diantara hadiah yang diberikan itu terdapat dua buah gong besar. Karena I Gusti Gede Pasekan sudah menjadi orang kaya, ia digelari dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.

Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti mulai meluas dan menyebar ke mana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu kerajaan baru di daerah Den Bukit.

Kira-kira pada pertengahan abad ke-17 ibu kota kerajaan itu disebut orang dengan nama Sukasada.
Semakin hari kerajaan itu makin luas dan berkembang lalu didirikanlah kerajaan baru. Letaknya agak ke utara dari kota Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut. Di pusat kerajaan baru itu didirikan istana megah yang diberi nama Singaraja. 

Selesai.

0 komentar:

Posting Komentar