CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 25 September 2013

JAKA BUDUG


Ada sebuah kerajaan bernama Kerajaan Ringin Anom. Rajanya bernama Prabu Aryo Seto. Prabu Aryo Seto mempunyai putri bernama Putri Kemuning.

Prabu aryo seto memerintah dengan bijaksana dan  adil. Maka Kerajaan Ringin Anom terkenal tenteram, makmur dan tidak pernah terjadi kekacauan.
Namun Prabu Aryo Seto sangat sedih ketika putrinya Putri Kemuning terserang penyakit langka yaitu keringat berbau tidak sedap. Sang Prabu berusaha sekuat tenaga mencari obat, mencari tabib agar sakit Putri Kemuning dapat tersembuhkan.

Berbagai upaya dilakukan seperti makan daun kemangi, beluntas juga tidak berhasil.usaha terakhir yang dilakukan Prabu Aryo Seto yaitu bersemadi, meminta petunjuk Tuhan agar penyakit langka itu dapat tersembuhkan.

Pada saat semadi, Prabu Aryo Seto mendengar suara, “Hai Prabu Aryo Seto, bila engkau ingin putrimu sembuh seperti semula, adakanlah sayembara, “Barangsiapa dapat memetik daun Sirna Ganda yang tumbuh dalam gua di kaki Gunung Arga Dumadi yang dijaga oleh seekor ular naga sakti dan selalu menyemburkan api dari mulutnya. Siapa berhasil memetik daun Sirna Ganda, akan mendapat hadiah sebagai menantu Sang Raja. Dan daun Sirna Ganda harus dimakan oleh Putri Kemuning!”

Seminggu setelah sayembara diumumkan, Kerajaan Ringin Anom kebanjiran peserta sayembara. Mereka menginginkan hadiah yang menggiyurkan. Pada hari ketujuh, datanglah seorang pemuda buruk rupa yang menderita budug. Karena penyakit tersebut ia dinamakan Jaka Budug. Ia menghadap Sang Prabu dengan maksud membantu menyembuhkan penyakit langka Putri Kemuning. Ia datang bersembah, “ Ampun tuanku, hamba mohon ampun. Hamba memberanikan diri mengikuti sayembara untuk meringankan penderitaan tuan putri.”

Sang Raja tertegun. Ia tatap tubuh Jaka Budug yang buruk rupa. Hatinya galau. Seandainya pemuda itu berhasil, apakah putrinya barsedia menjadi istrinya. Namun ia adalah raja yang dikenal adil dan bijaksana, tak mungkin ia membeda-bedakan keadaan rakyatnya. Maka berkatalah ia, “Baiklah Jaka Budug, kau juga rakyatku. Keinginanmu kuterima. Engkau boleh mengikuti sayembara ini.”

 “Ampun, Tuanku, Hamba moho kepada Tuanku Sang Raja, sebelum melaksanakan tugas, apakah diperkenankan melihat keadaan Sang Putri?” Sembah Jaka Budug.

“Silahkan,” jawab Sang Baginda. 

Setelah melihat keadaan Putri Kemuning, Jaka Budug mohon diri untuk melanjutkan tugas mengambil daun Sirna Ganda.

Dari kejauhan, Jaka Budug telah dapat melihat semburan api dari mulut naga sakti penjaga pohon Sirna Ganda. Jaka Budug dengan gesitnya memainkan pedang yang dibawanya mengenai badan ular naga. Badan ular naga yang terkena goresan pedang mengeluarkan darah dan darah tersebut mengenai badan Jaka Budug. Anehnya badan Jaka Budug seketika menjadi halus dan bersih dari penyakit budug.

Melihat tubuh dirinya yang bersih, Jaka Budug berjuang keras untuk membunuh ular naga sakti. Dengan kemampuan dan kelincahan Jaka Budug, akhirnya naga sakti mati terbunuh. Pedang menancap pada leher ular naga dan darah memancar dengan derasnya. Oleh Jaka Budug darah ular dipakai untuk mencuci wajahnya dan membasahi seluruh tubuhnya. Seketika badan Jaka Budug bersih tanpa ada bekas dari penyakit yang dideritanya.

Setelah ular naga mati, Jaka Budug segera mengambil beberapa lembar daun Sirna Ganda, lalu dipersembahkan kepada Prabu Aryo Seto.

“Anak Muda siapakah kau ini?” Tanya sang Prabu.

“Hamba adalah Jaka Budug, Tuanku.”

“Tapi… Jaka Budug badan dan wajahnya tidak setampan engkau.

“Inilah karunia Dewata, Tuanku. Tubuh dan wajah hamba berubah karena mandi darah si Naga Sakti.”

Jaka Budug kemudian menceritakan pengalamannya sewaktu melawan ular naga sakti. Mendengar cerita tersebut, Prabu Aryo Seto merasa senang sekali. Putri Kemuning makan daun Sirna Ganda, setelah memakan daun tersebut keajaiban pun terjadi. Putri Kemuning menjadi sehat kembali. Kini bau keringat Putri Kemuning kembali harum. Sesuai janji Prabu Aryo Seto, maka Jaka Budug dinikahkan dengan Putri Kemuning. Jaka Budug dan Putri Kemuning hidup bahagia sebagai pewaris tahta.

Selesai.

Diceritakan kembali oleh Tira Ikranegara dalam buku Dongeng Pengantar Tidur; Greisinda Press, 2007.

0 komentar:

Posting Komentar